Indonesia Naik ke Peringkat ke-3 di Dunia untuk Adopsi Aset Kripto
Berdasarkan laporan terbaru dari Chainalysis, Indonesia berada di peringkat ke-3 di dunia untuk urusan adopsi aset kripto. Dalam laporan tahun lalu, Indonesia berada di peringkat ke-7.
Adopsi aset kripto global mengalami peningkatan yang signifikan. Pertumbuhan ini terjadi di berbagai negara dengan kontribusi besar dari kawasan Asia Selatan dan Oseania.
Menurut laporan Chainalysis Team yang dirilis pada 11 September 2024, kawasan Asia Selatan dan Oseania (CSAO) menjadi pemimpin global dalam hal adopsi aset kripto. Tujuh dari 20 negara teratas dalam Global Crypto Adoption Index 2024 berasal dari wilayah ini, menunjukkan aktivitas yang tinggi di bursa lokal, layanan trader, dan DeFi (Decentralized Finance). India, Indonesia, dan Vietnam menjadi negara-negara dengan kontribusi terbesar dalam peningkatan tersebut.
India menempati peringkat pertama dalam indeks adopsi aset kripto ini, didukung oleh tingginya nilai layanan terpusat yang diterima, baik dari sisi layanan ritel maupun layanan DeFi.
“India terus menunjukkan dominasi dalam penggunaan kripto, terutama melalui peningkatan transaksi di bursa terpusat dan aktivitas DeFi, yang menempatkan negara ini di peringkat pertama. Sedangkan Indonesia menyusul di posisi ketiga, dengan nilai tinggi untuk layanan DeFi, baik di tingkat ritel maupun keseluruhan,” jelas Chainalysis.
Indonesia yang menempati peringkat ke-3 tahun ini menunjukkan peningkatan adopsi aset kripto yang sangat signifikan, sebab pada laporan Chainalysis pada tahun 2023 lalu, Indonesia berada di peringkat ke-7.
Laporan ini juga mencatat bahwa aktivitas adopsi aset kripto global meningkat secara signifikan sejak kuartal empat 2023 hingga kuartal pertama 2024. Nilai total aktivitas kripto global kini melampaui puncak yang pernah dicapai pada masa bull market kripto tahun 2021. Pertumbuhan ini terlihat di semua lapisan pendapatan, dengan penurunan aktivitas di negara-negara berpenghasilan tinggi sejak awal tahun 2024.
“Kami melihat pola ini terus berlanjut, di mana negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah ke bawah berperan lebih dominan dalam adopsi aset kripto,” tambah mereka.
Selain itu, peluncuran ETF Spot Bitcoin di Amerika Serikat menjadi faktor utama dalam peningkatan nilai total aktivitas Bitcoin di seluruh wilayah.
“Peluncuran ETF itu memicu peningkatan aktivitas Bitcoin secara global, terutama di kalangan institusi di wilayah berpendapatan tinggi seperti Amerika Utara dan Eropa Barat,” jelas mereka.
Namun, untuk stablecoin , pertumbuhan tahunan lebih banyak terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah, di mana transfer skala ritel dan profesional mendukung penggunaan penerapan secara mainstream, terutama di wilayah Sub-Sahara Afrika dan Amerika Latin.
Sementara itu, aktivitas DeFi mengalami lonjakan di wilayah Sub-Sahara Afrika, Amerika Latin, dan Eropa Timur. Peningkatan adopsi aset kripto ini diperkirakan memicu peningkatan aktivitas altcoin di wilayah-wilayah tersebut.
“Aktivitas DeFi di wilayah-wilayah ini telah meningkat pesat, mendorong penggunaan altcoins dalam berbagai transaksi,” ujarnya.
Laporan ini menunjukkan bahwa adopsi aset kripto tidak lagi terbatas pada negara-negara dengan pendapatan tinggi. Sebaliknya, negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah ke bawah semakin berperan dalam adopsi aset kripto, memperkuat posisi kripto sebagai solusi alternatif untuk masalah keuangan tradisional di banyak wilayah di dunia.
India, sebagai pemimpin dalam adopsi kripto, terus menarik perhatian dengan pertumbuhan pesat dalam penggunaan kripto, baik untuk transaksi sehari-hari maupun untuk aktivitas di sektor DeFi. Negara-negara seperti Indonesia dan Vietnam juga menunjukkan tren yang sama, di mana penggunaan kripto semakin mengakar di berbagai sektor. [ps]
Disclaimer: Konten pada artikel ini hanya merefleksikan opini penulis dan tidak mewakili platform ini dengan kapasitas apa pun. Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai referensi untuk membuat keputusan investasi.
Kamu mungkin juga menyukai
Pasar derivatif Bitcoin melonjak saat pedagang bersiap menjelang pertemuan puncak kripto Gedung Putih
Ringkasan Cepat Para pedagang derivatif Bitcoin sedang meningkatkan posisi leverage dan meningkatkan minat terbuka menjelang KTT Kripto Gedung Putih pada hari Jumat, dengan harapan adanya pengumuman yang dapat menggerakkan pasar, kata para analis. Peningkatan likuiditas dan sentimen bullish di pasar opsi dan futures menunjukkan bahwa para pedagang sedang memposisikan diri untuk potensi volatilitas, tambah para analis.

Platform tokenisasi 'Omnichain' Libre membawa dana institusional dari perusahaan seperti BlackRock, Nomura ke jaringan Layer 1 Injective
Quick Take Libre membawa akses institusional ke dana dari manajer aset terkemuka ke Injective, Cosmos Layer 1 yang berfokus pada DeFi dan didukung oleh Binance. Ini termasuk versi tokenisasi dari dana pasar uang BlackRock dan strategi perdagangan cash-and-carry dari Laser Digital, anak perusahaan bank investasi Jepang Nomura. Solusi omni-chain ini, yang menghitung Brevan Howard dan Hamilton Lane sebagai mitra awal, sudah aktif di beberapa rantai termasuk beberapa Ethereum Layer 2, NEAR, dan Solana.

Harian: David Sacks mengkritik penjualan bitcoin masa lalu oleh pemerintah AS, JPMorgan melihat peluang kurang dari 50% untuk persetujuan cadangan kripto dan lainnya
Ringkasan Cepat Mt. Gox mentransfer 11.834 BTC, senilai $1,1 miliar, ke alamat yang tidak berlabel dalam transaksi besar pertamanya sejak Januari menjelang potensi pembayaran. Czar kripto Trump, David Sacks, mengkritik penanganan pemerintah AS sebelumnya terhadap bitcoin yang disita negara, mencatat bahwa menjual 195.000 BTC seharga $366 juta alih-alih menahannya mengakibatkan kerugian miliaran dalam nilai potensial.

JPMorgan mengatakan inklusi XRP, SOL, dan ADA dalam cadangan kripto AS 'akan sulit'
Tinjauan Cepat JPMorgan melihat kemungkinan kurang dari 50% bahwa cadangan kripto strategis AS akan mendapatkan persetujuan, mengutip hambatan kongres. Terutama, memasukkan XRP, SOL, dan ADA dalam cadangan semacam itu akan menjadi tantangan karena kekhawatiran atas risiko dan volatilitas, menurut JPMorgan.

Berita trending
LainnyaHarga kripto
Lainnya








